Senin, 26 November 2012

jika


Jika denyut nadi ku tak brdetak lagi..
Dan nafaspun tak menghirup adanya dunia..
Mungkin..
Aku tak akan bisa mendengar suara ibu yang merintah dan memanjakan diriku..
Aku juga tak akan bisa melihat bapak yang memarahi ku saat aku salah..
Bukan hanya mereka saja , aku juga tak akan pernah bisa mendapatkan sahabat , teman , keluarga serta semua orang yang ada di dekat aku yang pernah buat aku nangis , kesel , iri , bahagia dan nyaman ..
Serta semua yang pernah aku dapatkan di dunia ini, mungkin saja tak akan aku dapatkan lagi saat semuanya sudah di ambil..
Kadang capek jalanin hidup..
Jujur, tiap masalah datang di kehidupan aku..
Terkadang aku tidak kuat dan tidak percaya buat bisa menghadapi semua itu..
Tapi  aku yakin, beribu cobaan yang datang hampiri aku ALLAH SWT ada selalu bersamaku ..

Ya ALLAH..
Jika memang suatu saat aku tak dapat kembali menghirup adanya dunia ..
Bahagiakanlah orang-orang yang pernah buat Ayu tersenyum lepas..
Karena merekalah yang memberikan kehidupan dunia ku menjadi lebih indah..

sanggup


Apa ini yang namanya dunia?
Dimana setiap orang berbeda karakter. Ada yang jahat, ada yang baik dan ada yang setengah baik dan setengah jahat..
Dimana setiap orang menjauhi yang KEKURANGAN dan mendekati yg SEMPURNA ?
Dimana tiap-tiap orang tak mempunyai hak yang sama dimata stiap orang?
tidak dimana-mana juga tiap orang saling menjatuhkan satu sama lain..
Ya Allah, sekejam ini kah dunia Mu?
Dunia yg Kau ciptakan dengan sempurna..
Yang Kau buat matahari, bulan ,bintang untuk memperindah bumi..
Akan tetapi, mengapa sikap manusia tak seindah yang Kau ciptakan itu?
Setiap detik aku merasakan berada di antara orang-orang yang ada dalam sebuah pertunjukkan..
Dimana mereka seorang dalang yang seenaknya memerintah wayang-wayangnya untuk berperan..
Dan seenaknya pula memberhentikan kapan pun yang dia mau..
Sakit !!
Yah, itu Sangat menyakitkan !
Apa mereka pernah berpikir dan merasakan itu???
Tidak ! Setitik garis hitam pun mreka tak pernah pedulikan..
Demi meluapkan kesakitan itu, aku pergi ke suatu kegelapan yang dimana hanya aky yang bisa merasakan semua kekcewaan dan kesedihan..
Namun, apapun itu...
Aku tinggal di dunia ini bukan untuk MENGECEWAKAN sang Pencipta..
Tapi..
Aku tinggal di dunia ini untukk membuktikan bahwa aku SANGGUP menjalani semua ini hingga akhir tiba .

Jumat, 23 November 2012

mencari novel sastra


Menurut saya mencari buku novel sastra ini gampang-gampang sulit menemukannya. Karena nama pengarangnya yang sudah lama banget alias jadul. Jadi, cukup sulit untuk menemukan novel sastra tersebut. Saya mencari novel sastra ini untuk tugas matakuliah Ilmu Budaya Dasar (IBD) yang disuruh membuat resensi buku. Pada waktu SMA saya sudah pernah membuat resensi buku sama seperti tugas sekarang, tetapi saya lupa lagi cara membuat resensinya.
Pada hari pertama aku mulai mencari novel sastranya itu di toko buku bekas di dekat daerah rumah ku. Sudah saya tanya dan saya cari-cari tetapi belum ketemu juga. Karena cape dijalan, akhirnya aku pergi ke rumah sahabat ku yang bernama Dian. Sesampai di rumah dian, saya curhat ke dian tentang mencari novel sastra dan saya minta bantuan ke dia untuk mencari novel tersebut, dan akhirnya dia mau membantu saya.
Dia pergi ke kuitang bersama Hamid. Dua jam kemudian Dian menelpon saya, dia bilang baru ketemu satu novel doang. Alhamdulillah perasaan saya agak lega sedikit karena dian sudah menukan 1 novel, tinggal nyari 2 novel lagi deh.Keesokan harinya, di kampus Kenari. Saya  mengajak teman-teman mencari novel sastra di Senen setelah pulang kampus. Sesampai di Senen, saya langsung mencari novel sastra tersebut dengan teman-teman.
Saya dan teman-teman sudah mengelilingi semua toko buku yang ada di senen, tetapi tidak ketemu juga.Setelah itu, saya dan teman-teman pergi ke Gramedia Matraman untuk mencari lagi novel sastra tersebut. Sesampai di sanah saya dan teman-teman langsung mencari dan Alhamdulillah akhirnya ketemu juga 2 novel sastra tersebut. Sehabis mencari novel, saya dan teman-teman mencari makan di depan Gramed.
Sesudah makan, saya langsung pulang ke rumah dan sampai di rumah jam 21:10 malam. Saya langsung bersih-bersih, setelah itu saya makan lagi karena saya masih lapar. Setelah makan, saya langsung mengerjakan tugas review buku.

Kamis, 15 November 2012

Review Novel Manusia Indonesia


MANUSIA INDONESIA


Judul  Buku               : Manusia Indonesia
Penulis                        : Mochtar Lubis
Penerbit                      : Yayasan Obor Indonesia
Terbit                          : 2001
Tebal                         : viii + 140 Halaman
ISBN                           : 9789794618189
Buku ini merupakan pidato Alm. Mochtar Lubis dalam ceramah beliau pada tahun 1977 di TIM (Taman Ismail Marzuki) dengan judul “Manusia Indonesia (Sebuah Pertanggungjawaban)”. Sebuah pidato yang kemudian diterbitkan dalam bentuk buku pada tahun 2001 ini memaparkan beberapa sifat bangsa Indonesia secara umum. Sifat-sifat bangsa tadi dinilai dari perspektif pribadi Mochtar Lubis yang kebanyakan bercerita tentang keburukan-keburukan dari sifat bangsa tersebut. Menjadi menarik karena kita seakan dipaksa berkaca dalam sebuah buku yang sayangnya kita tak segera begegas untuk memperbaiki pribadi kita setelah berkaca akan keburukan-keburukan kita masing-masing tadi.
Dengan mengambil objek manusia Indonesia yang terdiri dari banyak suku seperti Jawa, Batak, Minang, Sunda dll, Mochtar Lubis menarik kesimpulan dan merumuskan sifat-sifat manusia Indonesia tadi menjadi 6 stereotip yang paling menonjol, yaitu:
 (1) Munafik atau Hipokrit,
 (2) Enggan dan segan bertanggung jawab atas perbuatannya,
(3) Bersikap dan berperilaku feudal,
(4) Percaya takhyul,
 (5) Artistik, berbakat seni, dan
 (6) Lemah watak atau karakternya.
 Dari antara keenam steorotip sifat manusia Indonesia yang diutarakan oleh Mochtar Lubis mungkin hanya sifat nomer 5 yang setidaknya dapat dibanggakan dari manusia Indonesia dan Mochtar Lubis pun mengakuinya sebagai sifat yang paling menarik dan mempesonakan dirinya, karena sifat ini yang menurutnya mencitrakan baik dan memperkenalkan bangsa Indonesia ke dunia luar.
Mengingat bahwa ini adalah sudut pandang pribadi seorang Mochtar Lubis maka persoalan manusia Indonesia mana yang sedang dibicarakan olehnya bukan menjadi masalah, padahal dengan beragamnya karakteristik bangsa Indonesia bukanlah suatu hal yang mudah untuk distereotipkan menjadi sebuah sifat bangsa sebagai sebuah negara utuh.
Selain itu, pendiri harian Indonesia Raya itu tak lupa mengemukakan sifat yang baik. Misalnya, masih kuatnya ikatan saling tolong. Manusia Indonesia pada dasarnya berhati lembut, suka damai, punya rasa humor, serta dapat tertawa dalam penderitaan. Manusia Indonesia juga cepat belajar dan punya otak encer serta mudah dilatih keterampilan. Selain itu, punya ikatan kekeluargaan yang mesra serta penyabar.

Kelebihannya dalam novel ini adalah  judul, pengarang, penerbit, tahun terbit, halaman isi. Dan adapula sinopsis dan biodata pengarang. Sehingga dalam hal ini pembaca dengan mudah mengetahui apa judulnya, siapa pengarang dan penerbitnya, kapan tahun terbitnya. Dan terdapat biodata penulis yang dapat diketahui oleh pembaca mulai dari tempat tanggal lahirnya hingga perjalanan karier hidupnya serta juga terdapat sinopsis yang dengan mudah dan cepat dipahami oleh setiap pembaca tanpa membaca isi dari buku tersebut.

Kekurangan dalam novel ini adalah dari bahasa nya ada sedikit yang saya tidak mengerti dan mungkin pembaca lain juga ada yang tidak mengerti arti dari bahasa tersebut.

Kritik  dan Saran :
Buku ini setidaknya membuat kita menyadari bahwa dalam kurun waktu tahun 1977 hingga sekarang bahwa kita sebagai sebuah identitas bangsa Indonesia tidak banyak berubah dalam keburukan sifat. Munafik atau Hipokrit misalnya, stereotip ini masih melekat dalam birokrasi manapun ataupun sifat enggan atau segan bertanggungjawab yang masih banyak ditemui dalam diri individu-individu dan kelompok masyarakat secara keseluruhan. Fokus yang terbentuk dari membaca buku ini adalah manusia Indonesia sebagai sebuah bangsa yang adabnya lebih banyak keburukan dan Mochtar Lubis memang melulu menyoroti perkara-perkara buruknya saja tanpa memberi banyak kesempatan untuk menyadari sifat baik dari bangsa secara umum dengan porsi yang berimbang.
Perjuangan pendidikan belum selesai karena ciri-ciri Manusia Indonesia tersebut berurat akar dan berterima secara masif dan permisif. Satu-satu cara mengawalinya adalah dari diri kita sendiri, berubahlah sekarang juga dengan latihan

Review Novel Merantau Ke Deli


MERANTAU KE DELI


Judul Buku                : Merantau Ke Deli
Penulis                        : Prof. Dr. HAMKA
Penerbit                     : Bulan Bintang-Jakarta-                                          cetakan VII-1977
 Halaman                    : 153 halaman
ISBN                           : 9839422413

Buku ini mengisahkan seorang wanita, Poniem yang diselamatkan dari lembah kehinaan oleh seorang lelaki bujang, Leman. Dia kemudian diperisteri dan hidup dalam sebuah rumahtangga yang bahagia. Poniem sangat setia terhadap suaminya dan berusaha sekuat tenaga untuk membantu semua urusan rumahtangga dan pekerjaan suaminya. Akan tetapi lama-kelamaan kedamaian rumah tangga mereka semakin hari semakin hilang setelah Leman larut dalam kegiatan perdagangannya. Sebagai lelaki yang berasal dari keluarga Minang, dia ditekan oleh keluarga supaya mengawini seorang gadis yang sederajat untuk meneruskan adat dan budaya.
Lama-kelamaan Leman termakan bujukan tersebut dan menerima untuk menikah kembali. Leman berjanji kepada Poniem tidak akan mengabaikannya dan selalu menjaga perasaannya sebagai isteri pertama. Namun janji tinggal janji. Isteri mudanya jauh lebih pandai berdandan dan merayu dan merebut perhatian Leman suapaya lebih mencintainya. Pertengkaranpun mulai terjadi. Perdagangan Leman yang selama ini dibantu Poniem pun hendak dikuasai oleh isteri muda. Leman yang serba salah pada mulanya lama kelamaan mulai memihak kepada isteri mudanya.
Pertengkaran hebat yang terjadi memaksa Leman menceraikan Poniem. Sejak hari itu Poniem meninggalkan rumahnya dan merantau ke deli. Kegiatan perdagangan Leman mulai mengalami rugi, ditambah lagi dengan sikap tamak isteri yang baru. Barulah Leman menyedari, selama ini dia banyak terbantu oleh ketekunan Poniem dalam berdagang. Tapi nasi sudah menjadi bubur.

Poniem akhirnya menemukan jodoh barunya yang lebih memahami dan menghargainya, salah seorang dari pekerja di kedainya dahulu. Mereka memulai berdagang kembali dengan sedikit modal yang ada pada mereka. Usaha dagang mereka maju hingga mereka sanggup membeli rumah dan tanah.
Sementara itu Leman dan isteri mudanya semakin hari semakin jatuh miskin. Pertemuan kembali Leman dan Poniem benar-benar membuat Leman sadar. Satu kisah ketika Poniem memberikan beberapa logam uang kepada anaknya Leman benar-benar menguras air mata.
Ketika anda membaca sinopsisnya jangan anda bayangkan dengan sinetron yang ada sekarang,jauh dari langit,tutur bahasa yang ditorehkan sang buya sangat rapi, manis dan menguras perasaan. Bagaimana kisah Poniem ketika merantau dan hidup dalam keprihatinan yang hidup dari biji jarak misalnya,sangat membawa kita ke dalam imaginasi yang dalam.
Kelebihan dalam novel ini adalah judul, pengarang, penerbit, tahun terbit, halaman isi. Dan adapula sinopsis dan biodata pengarang. Sehingga dalam hal ini pembaca dengan mudah mengetahui apa judulnya, siapa pengarang dan penerbitnya, kapan tahun terbitnya. Dan terdapat biodata penulis yang dapat diketahui oleh pembaca mulai dari tempat tanggal lahirnya hingga perjalanan karier hidupnya serta juga terdapat sinopsis yang dengan mudah dan cepat dipahami oleh setiap pembaca tanpa membaca isi dari buku tersebut.
  
Kekurangan dalam novel ini adalah dari bahasa nya ada sedikit yang saya tidak mengerti dan mungkin pembaca lain juga ada yang tidak mengerti arti dari bahasa tersebut.


Kritik dan Saran :
Novel ini memang agak kontroversial, khususnya bagi orang Minangkabau. Setahu saya, saat-saat awal buku ini tersebar, ada banyak kritikan dari para tokoh Minang, karena dianggap menjelek-jelekkan adat Minang, untunglah yang mengarang novel ini adalah buya Hamka, yang tak lain dan tak bukan adalah anak sejati ranah Minang, sehingga kontroversi tersebut menguap begitu saja. Walaupun begitu, dengan menulis sedikit ulasan novel ini, bukan berarti saya menginginkan kontroversi itu bangkit kembali. Sebagai orang yang “dibentuk” oleh alam Minangkabau. Sebab, setiap inci dari tanah nusantara Indonesia adalah ibu pertiwi kita, kita memiliki hak untuk memilih dimana kita tinggal dan berada, tentu berikut mencari nafkah. Berkaca dari Merantau Ke Deli, kita tahu bagaimana generasi setelah kita terbentuk dan terbina, yaitu asimilasi. Benar buya Hamka, anak Deli adalah anak dari yang ibunya Jawa tapi bapaknya Minang, ibunya Betawi dan bapaknya Batak, ayahnya Bugis dan ibunya Jambi.