Kamis, 15 November 2012

Review Novel Merantau Ke Deli


MERANTAU KE DELI


Judul Buku                : Merantau Ke Deli
Penulis                        : Prof. Dr. HAMKA
Penerbit                     : Bulan Bintang-Jakarta-                                          cetakan VII-1977
 Halaman                    : 153 halaman
ISBN                           : 9839422413

Buku ini mengisahkan seorang wanita, Poniem yang diselamatkan dari lembah kehinaan oleh seorang lelaki bujang, Leman. Dia kemudian diperisteri dan hidup dalam sebuah rumahtangga yang bahagia. Poniem sangat setia terhadap suaminya dan berusaha sekuat tenaga untuk membantu semua urusan rumahtangga dan pekerjaan suaminya. Akan tetapi lama-kelamaan kedamaian rumah tangga mereka semakin hari semakin hilang setelah Leman larut dalam kegiatan perdagangannya. Sebagai lelaki yang berasal dari keluarga Minang, dia ditekan oleh keluarga supaya mengawini seorang gadis yang sederajat untuk meneruskan adat dan budaya.
Lama-kelamaan Leman termakan bujukan tersebut dan menerima untuk menikah kembali. Leman berjanji kepada Poniem tidak akan mengabaikannya dan selalu menjaga perasaannya sebagai isteri pertama. Namun janji tinggal janji. Isteri mudanya jauh lebih pandai berdandan dan merayu dan merebut perhatian Leman suapaya lebih mencintainya. Pertengkaranpun mulai terjadi. Perdagangan Leman yang selama ini dibantu Poniem pun hendak dikuasai oleh isteri muda. Leman yang serba salah pada mulanya lama kelamaan mulai memihak kepada isteri mudanya.
Pertengkaran hebat yang terjadi memaksa Leman menceraikan Poniem. Sejak hari itu Poniem meninggalkan rumahnya dan merantau ke deli. Kegiatan perdagangan Leman mulai mengalami rugi, ditambah lagi dengan sikap tamak isteri yang baru. Barulah Leman menyedari, selama ini dia banyak terbantu oleh ketekunan Poniem dalam berdagang. Tapi nasi sudah menjadi bubur.

Poniem akhirnya menemukan jodoh barunya yang lebih memahami dan menghargainya, salah seorang dari pekerja di kedainya dahulu. Mereka memulai berdagang kembali dengan sedikit modal yang ada pada mereka. Usaha dagang mereka maju hingga mereka sanggup membeli rumah dan tanah.
Sementara itu Leman dan isteri mudanya semakin hari semakin jatuh miskin. Pertemuan kembali Leman dan Poniem benar-benar membuat Leman sadar. Satu kisah ketika Poniem memberikan beberapa logam uang kepada anaknya Leman benar-benar menguras air mata.
Ketika anda membaca sinopsisnya jangan anda bayangkan dengan sinetron yang ada sekarang,jauh dari langit,tutur bahasa yang ditorehkan sang buya sangat rapi, manis dan menguras perasaan. Bagaimana kisah Poniem ketika merantau dan hidup dalam keprihatinan yang hidup dari biji jarak misalnya,sangat membawa kita ke dalam imaginasi yang dalam.
Kelebihan dalam novel ini adalah judul, pengarang, penerbit, tahun terbit, halaman isi. Dan adapula sinopsis dan biodata pengarang. Sehingga dalam hal ini pembaca dengan mudah mengetahui apa judulnya, siapa pengarang dan penerbitnya, kapan tahun terbitnya. Dan terdapat biodata penulis yang dapat diketahui oleh pembaca mulai dari tempat tanggal lahirnya hingga perjalanan karier hidupnya serta juga terdapat sinopsis yang dengan mudah dan cepat dipahami oleh setiap pembaca tanpa membaca isi dari buku tersebut.
  
Kekurangan dalam novel ini adalah dari bahasa nya ada sedikit yang saya tidak mengerti dan mungkin pembaca lain juga ada yang tidak mengerti arti dari bahasa tersebut.


Kritik dan Saran :
Novel ini memang agak kontroversial, khususnya bagi orang Minangkabau. Setahu saya, saat-saat awal buku ini tersebar, ada banyak kritikan dari para tokoh Minang, karena dianggap menjelek-jelekkan adat Minang, untunglah yang mengarang novel ini adalah buya Hamka, yang tak lain dan tak bukan adalah anak sejati ranah Minang, sehingga kontroversi tersebut menguap begitu saja. Walaupun begitu, dengan menulis sedikit ulasan novel ini, bukan berarti saya menginginkan kontroversi itu bangkit kembali. Sebagai orang yang “dibentuk” oleh alam Minangkabau. Sebab, setiap inci dari tanah nusantara Indonesia adalah ibu pertiwi kita, kita memiliki hak untuk memilih dimana kita tinggal dan berada, tentu berikut mencari nafkah. Berkaca dari Merantau Ke Deli, kita tahu bagaimana generasi setelah kita terbentuk dan terbina, yaitu asimilasi. Benar buya Hamka, anak Deli adalah anak dari yang ibunya Jawa tapi bapaknya Minang, ibunya Betawi dan bapaknya Batak, ayahnya Bugis dan ibunya Jambi.

2 komentar: